Minggu, 28 Juli 2013

Skala Penyesuaian diri



LAMPIRAN 4
Penyesuaian Diri
Nama               :
Kelas               :
Jenis kelamin   :
Berilah tanda centang (√) pada setiap pernyataan di bawah ini yang sesuai dengan diri anda!
No
Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah anda sering meniru perilaku orang lain untuk memudahkan dalam bergaul dengan orang lain?


2.
Apakah pada suasana kumpul-kumpul, anda melakukan dan mengatakan seperti apa yang diinginkan orang lain?


3.
Apakah anda dapat berpura-pura menyukai seseorang walaupun sebenarnya anda sangat membencinya?


4.
Apakah agar disukai, anda berperilaku seperti apa yang diharapkan orang lain?


5.
Apakah anda akan tetap mendengarkan pembicaraan orang lain meskipun anda merasa bosan?


6.
Apakah jantung anda menjadi berdebar-debar jika akan memulai pembicaraan dengan orang yang belum anda kenal, meskipun dalam suasana santai?


7.
Apakah anda merasa canggung berada dalam suatu kelompok dan tidak dapat menunjukkan yang semestinya?


8.
Apakah anda akan mengatakan apa adanya walaupun mungkin akan menyinggung perasaan orang lain?


9.
Apakah dalam situasi baru anda akan melihat tingkah laku orang lain untuk mencari isyarat yang sesuai dengan situasi tersebut?


10.
Apakah dalam acara pertemuan, anda tidak ambil peduli terhadap orang lain yang sedang melucu atau bercerita?


11.
Apakah anda tetap dapat berlaku sewajarnya, meskipun semua perhatian tertuju pada anda?


12.
Apkah anda tidak pernah kehilangan cara untuk membawa orang-orang pada suasana yang anda inginkan?


13.
Apakah pada suatu kelompok orang, anda jarang menjadi pusat perhatian?


14.
Apakah anda lebih suka mengambil tempat dideretan depan saat datang disuatu pertemuan?


15.
Apakah anda merasa gugup dan was-was ketika anda sadar bahwa tidak ada orang yang anda kenal disekeliling anda?


16.
Apakah perpisahan yang lama membuat anda canggung untuk bercanda seperti dulu?


17.
Apakah anda selalu merasa ragu untuk memulai pembicaraan dengan seseorang karena anda tidak tahu bagaimana sifat orang tersebut?


18.
Apakah anda tidak merasa keberatan untuk berdiskusi tentang sesuatu, sesuai dengan topik yang dibicarakan orang lain?


19.
Apakah sulit bagi anda untuk meniru tingkah laku orang lain?


20.
Apakah anda sulit mengatakan suatu alasan tepat secara spontan?


21.
Apakah anda  sering merasa ragu dalam mengutarakan suatu pertanyaan atau pendapat?


Kamis, 11 Juli 2013

UJIAN NASIONAL vs KEPENTINGAN



UJIAN NASIONAL (UN) MERUSAK DIRIKU
Oleh
Gustap Elias
Mahasiswa FKIP BK UKSW Salatiga

Dalam seluruh proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik. Suatu respon yang luar biasa ditunjukan oleh siswa dalam menanggapi pernyataan yang disampaikan oleh para guru maupun orang tua untuk disiplin belajar. Sehingga timbullah berbagai upaya untuk meningkatkan kedisiplinan belajar dengan harapan akan menjadi siswa yang sukses. Namun sangat disayangkan semua upaya dan kerja keras yang sudah dilakukan oleh siswa dihancurkan dengan adanya Ujian Nasional (UN). Hal ini dikarenakan banyak siswa yang walaupun pintar dan bahkan menjadi juara kelaspun bisa tidak lulus UN.
UN memang merupakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mengukur kompetensi lulusan. UN juga diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi modal pembangunan nasional dan menjadi comparative advantage dalam dunia yang semakin kompetitif.
Harapan tersebut dalam praktiknya memunculkan polemik di masyarakat, pihak yang tidak setuju mengajukan berbagai argumentasi yang menyatakan bahwa UN tidak layak dilanjutkan karena memiliki berbagai kelemahan. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas banyak pulau memberikan konsekuensi kepada keragaman standar mutu pendidikan setiap daerah. Dengan demikian, UN menjadi ukuran yang tidak valid untuk diterapkan.
Pihak yang mendukung menjelaskan ujian memiliki nilai positif berupa kualitas pendidikan yang semakin membaik. Siswa yang mengikuti pendidikan akan menghadapi evaluasi dari hasil belajarnya. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajar yang dapat diukur dari pencapaian standar kompetensi lulusan, walaupun kenyataannya, standar kelulusan siswa hanya didasarkan pada keberhasilan siswa mengikuti ujian yang baru mengukur aspek kompetensi kelulusan yaitu aspek kognitif. Kualitas pendidikan seharusnya didasarkan pada evaluasi yang mencakup peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. Namun ternyata ujian lebih berfokus melakukan evaluasi terhadap siswa. UN seharusnya merupakan upaya standardisasi yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Berbagai kondisi tersebut menimbulkan pro-kontra terhadap UN, dimana kelompok kontra menyatakan bahwa pemberian nilai dalam ujian merupakan bentuk dehumanisasi pendidikan karena menimbulkan ketidakpercayaan di antara guru dan siswa. Ujian menjadi cara untuk membanding bandingkan kemampuan di antara siswa dan telah menyebabkan kecemasan dan menurunkan harga diri bagi mereka yang bernilai buruk. Mereka yang mendukung evaluasi sering mengutuk praktik-praktik pendidikan yang menekankan pengujian berbagai keterampilan dasar yang telah keluar dari konteks dan tujuan utama pendidikan sehingga mengakibatkan munculnya kompetensi yang berlebihan.
Penerapan UN telah menyebabkan munculnya beberapa masalah pendidikan pada siswa. Siswa khawatir apabila tidak lulus ujian, karena tidak lulus merupakan sebuah bencana karena berkaitan dengan kehidupan masa depan. Penilaian siswa terhadap suatu keadaan stres menghadapi ujian sangat dipengaruhi oleh persepsi individu atau penilaian kognitif (cognitive appraisal) pada situasi atau stimulus sebagai potensi yang berbahaya atau merugikan. Penilaian terhadap keadaan ataupun rangsang yang dianggap mengancam (dalam konteks ini ujian dipengaruhi sikap, pikiran-pikiran, kemampuan dan pengalaman sebagai hasil belajar di masa lalu dan ditentukan juga oleh kecenderungan pribadi seseorang yaitu kecemasan dasarnya (anxiety trait)
Pada saat siswa dihadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam, dalam hal ini cemas terhadap kegagalan saat menghadapi ujian, biasanya akan menggugah upaya-upaya untuk mengatasinya, mengurangi atau menghilangkan perasaan terancam atau kecemasan sesaat, karena pada dasarnya setiap individu mengharapkan berada pada keadaan homeostatis. Setiap siswa yang kecemasan secara konsisten memiliki efek negatif terhadap prestasi akademik siswa.

Peningkatan Mutu Pendidikan
Pendidikan diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki kemampuan dalam keilmuan dan keimanan. Harapan tersebut sebagaimana terdapat  dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I pasal 3 menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. (Depdiknas, 2003).
Jika memang pendidikan di Indinesia diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas serta memiliki kemampuan dalam keilmuan dan keimanan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka pemerintah seharusnya lebih memperhatikan tenaga pengajar yang berkualitas serta memiliki kemampuan dalam keilmuan dan keimanan. Pada kenyataannya para siswa dituntut untuk menjadi anak yang cerdas dan luar biasa, namun para guru tidak dituntut sedemikian rupa. Dalam konteks ini, bisa dikatakan merupakan suatu kegagalan yang sedang diciptakan oleh pemerintah. Hal ini dikerenakan dalam UN tidak ada ujian tentang karakteristik peserta didik, sehingga tolak ukur yang digunakan oleh pemerintah untuk mengukur beberhasilan siswa hanya pada aspek koknitif dan psikomotorik. Dimana kognitif adalah suatu kemampuan siswa untuk memahami pelajaran di kelas dan psikomotor adalah suatu ketelitian siswa dalam melingkari lembaran kerja komputer. Dalam kedua aspek ini, yang lebih diperhatikan adalah pada aspek psikomotor sedang aspek kognitif seakan-akan tidak dihiraukan. Apalagi pada aspek afektif yang menyangkut perasaan siswa. Kalau begitu dimanakah dan untuk siapakah tujuan yang dirumuskan oleh pemerinta untuk meningkatkan kehidupan bangsa? Jangan-jangan UN hanya digunakan untuk suatu proyek dimana ada oknum-oknum tertentu yang ingin mencari suatu keuntungan.
Keberhasilan siswa dalam pendidikannya juga dipengaruhi oleh motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa. Motivasi berprestasi sebagai daya dorong yang memungkinkan seseorang berhasil mencapai apa yang diidamkan. Oleh sebab itu pemerinta diharapkan janganlah mematikan motivasi peserta didik untuk menjadi orang yang berhasil.

Haruskah Ujian Nasional (UN) dihilangkan?
Bukanlah suatu perkara yang mudah bagi pemerintah untuk  menghilangkan UN, karena dengan adanya UN, maka ada juga hasil kelulusan yang bertaraf nasional. Jika UN dihilangkan maka akan muncul suatu pertanyaan “apakah ada sekolah yang mampuh meluluskan siswanya dengan kualitas yang baik?” jangan-jangan dengan dihilankannya UN, Siswa akan merasa santai dan tidak perduli lagi dengan belajar atau bisa jadi guru dengan seenaknya meluluskan siswanya dengan alasan-alasan yang tidak jelas, seperti rasa kasihan, karena anaknya, karena saudara, atau karena ketua kelas dan sebagainya. Jika terjadi hal demikian, akan muncul lagi pertanyaan apakah ada perguruan tinggi yang mau terima siswa yang lulusannya tidak bertaraf nasional?. Jika UN harus dihilangkan, maka sekolah seharusnya mempunyai standar kelulusan yang baik dan berkualitas. Untuk menerapkan peraturan tersebut, maka para pengajar juga diharuskan merupakan para pengajar yang berkualitas dan berintegritas tinggi.
Dalam kasus ini pemerintah diwajibkan mengangkat tenaga pengajar yang berkualitas. Karena pengajar yang berkualitas dengan stantar kelulusan yang baik maka akan menghasilkan perserta didik yang baik dan berkualitas. Jika pemerintah belum mampuh menghasilkan tenaga pengajar yang berkualitas, untuk apa pemerintah mengharapkan peserta didik yang berkualitas? Untuk apa diadakannya UN, kalau belum ada tenanga pengajar yang kualitasnya bertaraf nasional?