BUDAYA SAHU
A. Latar Belakang
Suku Sahu adalah salah satu suku yang berada di kepulawan Halmahera. Tepatnya di Halmahera Barat.
Halmahera Barat dihuni oleh penduduk yang beraneka ragam suku/etnis yang cukup tinggi. Suku-suku ini terbagi menjadi dua, yaitu suku asli dan suku pendatang. Suku asli di daerah ini adalah suku Sahu, Suku Ternate, suku Wayoli, suku Gorap, suku Loloda dan suku Gamkonora, sementara suku pendatang antara lain suku Sangier, suku Makian, suku Ambon, suku Tidore, suku Jawa dan suku Gorontalo. Dengan Kondisi tersebut memberikan Kosentrasi pada keragaman bahasa, adat istiadat dan tradisi masyarakat di kabupaten paling barat pulau Halmahera ini.
Pada umumnya, suku-suku yang berada di kepulauan Maluku Utara ini, berperilaku kasar terutama dalam komunikasi. Sehingga sekalipun mereka tidak marah ataupun emosi yang berlebihan, tetapi dipandang seram dan menakutkan oleh orang-orang yang belum terbiasa.
Kebanyakan suku-suku yang berada di kepulawan Halmahera Barat ini, dalam berkomunikasi, kurang memperhatikan perasaan orang lain dan tidak kuat dalam menjaga rahasia, sehingga kata-kata yang tidak seharusnya dikatakan, secara tidak sadar semuanya itu diungkapkan dalam suatu komunikasi. Selain itu, mereka juga tidak segan-segan untuk mengungkapkan emosi atau perasaan kepada seseorang yang mungkin mereka marah dan atau tidak suka, hal ini disebabkan karena kebiasaan mereka yang lebih berterus-terang dari pada menyimpan rasa. Kebanyakan dalam menyelesaikan suatu masalah cenderung mereka mengandalkan fisik, namun yang menarik adalah suku-suku ini cenderung tidak pendendam.
B. Batasan Penulisan
Penulisan Makalah ini, penulis membatasi dan lebih fokus pada kebudayaan atau buadaya Sahu
C. Tujuan:
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka didalam makalah ini, ada beberpa hal yang akan dibahas. Diantaranya sebagai berikut;
- Hubungannya dengan sesama (satu suku)
- Hubungannya dengan suku lain.
- Bahasa yang digunakan
- Aktivitas keseharian lainnya.
PEMBAHASAN
A. Hubungan dengan Sesama (Satu Suku)
Pada umumnya kecenderungan orang suku sahu dalam berkomunikasi tidak ada bahasa yang dipakai sebagai pembeda dalam menjalin hubungan antar pribadi, baik itu dengan teman sebaya, dengan orang yang lebih muda, dengan orang yang lebih tua ataupun kepada orang tua mereka sekalipun. Namun yang lebih ditekankan adalah nada/tekanan bahasa atau suara dalam hubungan komunikasi, kecuali mereka yang beragama Muslim. Orang suku Sahu yang beragama muslim, sangat terikat dengan aturan-aturan yang dibuat oleh Sultan. Sehingga keteka mereka dipanggil, atau diperinta, mereka akan menjawab dengan kata ‘saya’ yang menunjukan bahwa mereka itu sangat rendah dimata Sultan atau kepada orang yang menyapa mereka atau memerintah mereka.
1. Komunikasi dengan teman sebaya
Dalam pergaulan sehari-hari, khususnya anak, remaja dan pemuda, cenderung akrab sehingga mereka sering menggunakan bahasa yang ane yang tidak patut diperdengarkan. Cacimaki antar sesama suku sahu, dalam pergaulan sehari-hari terutama pergaulan dengan teman sebaya, menjadi hal yang biasa-biasa saja. Bahkan dalam menyapa sekalipun mereka sering menggantikan nama orang yang mereka sapa dengan mengunakan Nama Tuhan dan atau nama kelamin dari orang yang mereka sapa ( Tuhan Allah, Bapa pung ana, dll). Tetapi apabila berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, kata-kata kotor sangat diharamkan untuk dikelurkan.
Dalam komunikasi dengan sesama suku, ada beberapa hal yang tidak bisa di sebutkan. Seperti nama kaka ipar, nama mertua, nama menantu dan nama orang tua.
2. Komunikasi dengan Orang yang lebih Tua
Dalam menjalin komunikasi dengan orang yang lebih tua, orang yang muda harus lebih sering menatap wajah orang yang lebih tua sebagai tanda bahwa ia mendengar dan mengahargai apa yang sedang dibicarakan oleh orang tua. Anak muda tidak diperbolehkan sama sekali untuk berbicara sebelum orang tua selesai berbicara.
Pada lain sisi, remaja dan pemuda dilarang berkomunikasi dengan orang tua, kecuali orang tua yang pertama kali membuka proses komunikasi tersebut. Jika remaja yang lebih dulu membuka atau memulai suatu komuikasi, maka remaja tersebut dianggap tidak sopan, sebab orang yang lebih tua dianggap sebagai penguasa otoriter. Sehingga kesempatan untuk remaja dan anak muda untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua tidak terlalu baik, kecuali dengan orang tua mereka sendiri.
Remaja atau anak muda tidak boleh menggunakan tangan untuk menunjuk waja orang tua dalam berkomunnikasi. Jika hal ini dilakukan oleh remaja atau orang tua, anak tersubut akan dianggap durhaka dan atau tidak tau diri. Sebab simbol dari gerakan tubuh tersebut menunjukan bahwa orang yang ditunjuk jari adalah orang terhina yang lebih terhina dari yang terhina.
3. Komunikasi dengan Lawan jenis
Dalam berkomunikasi dengan lawan jenis, seorang lelaki cenderung lebih terbuka daripada perempuan. Kerena perempuan meresa terancam jika rahasianya diketahui oleh orang lain. dalam hubungan komunikasi dengan lawan jenis, lelaki cenderung lebih berhati-hati sehingga menggunakan bahasa dan atau nada suara yang tidak membuat perempuan menjadi marah dan atau tersinggung. Perempuan cenderung cerobo dalam berkomunikasi tanpa mempedulikan perasaan lelaki. Namun lelaki lebih banyak mengalah dari pada harus mempertahankan apa yang diyakini benar.
Ketika terjadi suatu persoalan atau masalah antar lawan jenis, entah itu lelaki yang duluan buat salah, ataukah itu perempuan yang duluan buat salah, biasanya yang paling sering minta maaf adalah perempuan. Lelaki pada umumnya merasa gengsi jika minta maaf dengan seorang perempuan.
Perempuan pada umumnya penurut namun dalam suatu persoalan perempuan biasanya tidak mau kalah (tidak mau mengalah) sehingga lelakilah yang harus mengalah. Setelah keadaan mulai tenang baru perempuan mulai minta maaf.
B. Hubungan dengan Suku Lain
Dalam menjalin hubungan dengan suku lain, biasanya suku sahu menanamkan prasangka buruk terlebih dahulu kepada orang yang sedang menjalin hubungan komunnikasi tersebut, kecuali orang tersebut sudah dikenal dekat. Sehingga orang suku sahu sering mencoba-coba dan atau mengamati gerak-gerik dari orang yang baru mereka kenal, sekalipun orang tersebut adalah bahagian dari keluarga mereka.
Dalam komunikasi dengan suku lain, suku sahu cenderung berhati-hati dan kurangnya keterbukaan. Komunikasi akan dapat berjalan dengan baik apa bila hubungannya sudah semakin dekat.
Biasanya orang yang baru datang dan belum dikenal, akan dibawa untuk menghadap kepala desa (wajib lapor). Kecuali para undangan dan atau pemerintah yang sedang menjalani tugasmaksudnya untuk mencari tau apa maksud kedatangannya, berapa lama berada di desa tersebut, kemudian mau nginap dimana.
Apabila hubungannya sudah semakin dekat, bisanya suku Sahu akan mengistmewakan orang tersebut, sehingga ketika kedatangan untuk yangberikutnya, suku sahu akan membantunya dalam menghadapi kesulitan, seperti tempat nginap, dan atau makanan. Selain itu suku sahu akan menganggapnya sebagai bahagian dalam keluarga suku sahu.
Dalam menjalin hubungan komunikasi dengan suku lain, suku biasanya kurang Humeris, dan terkesan sangat serius. Selain itu juga suku sahu sangat benci dengan orang yang perna berbohong. Dan biasanya orang yang perna berbohong itu, ada diberi label atau tanda, sehingga, sekalipun orang tersebut berusaha untuk merubah dirinya untuk menjadi baik, tetapi rasa kepercayaan sudah tidak menjanjikan sekali.
Pada umumnya suku sahu sangat menghargai seorang Pendeta, Pendeta seakan-akan dianggap sebagai raja, tetapi apabila Pendeta tersebut perna berbohong, suku sahu tidak segan-segan untuk usir keluar dari daerah itu.
Satu hal yang perlu dijaga dalam menjalin hubungan komunikasi dengan suku sahu adalah jangan berbohong, jangan sombong dan atau meninggikan diri. Bagi suku Sahu, pembohong adalah musuh terbesar, apalagi sombong dan suka meninggikan diri. Biasanya orang yang suka meninggikan diri, hidupnya tidak lama (cepat meninggal).
C. Bahasa yang Digunakan
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi suku Sahu ada empat bahasa, yaitu Bahasa Sahu Tala’i, bahasa Sahu Padus’ua, bahasa Anak-anak, dan bahasa Indonesia.
Dari keempat bahasa tersebut, dapat digunakan dalam setiap komusikasi baik itu kepada teman sebaya, orang yang lebih tua, dan kepada suku lain biasanya suku Sahu mengunakan bahasa Indonesi.
Bahasa ibu atau bahasa daerah suku Sahu akhir-akhir ini sudah mulai berkurang (hamper tidak didengar lagi) seiring dengan berkembangnya zaman. Remaja dan anak muda cenderung malu dan atau gengsi untuk menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah. Karena akan dianggap kuno oleh teman-teman yang lain, sehingga minat untuk tau dan mau belajarpun hilang.
D. Aktifitas Keseharian Lainnya
Suku Sahu pada sebagian orang masi percaya kepada roh-roh para leluhur sebagai penolong dan ada juga yang tidak lagi mengakui dengan adanya roh-roh leluhur yang dianggap dapat menolong kesusahan mereka.
Kebiasaan suku sahu dalam kesehariannya adalah berkelompok. Sehingga hubungan komunikasi dalam satu suku sangatlah baik.
Mereka cenderung melakukan suatu aktivitas atau kegiatan secara bersama-sama, namun dalam kelompok tersebut, biasanya selalu terdapat oknum teroris yang berperan sebagai penghancur dalam kelompok.
Aktivitas yang sering mereka lakukan adalah membuat kebun bersama, berburuh dihutan bersama, mincing ikan bersama dan biasanya remaja sering nongkrong bersama.
Pada usia empat belas (14) tahun keatas, baik lelaki maupun perempuan, sudah didik untuk mandiri dan berusaha untuk mengatur dirinya sendiri, kecuali anak pegawai. Sehingga anak seusia itu cenderung membentuk kelompok-kelompok kerja.
Sekalipun semangatnya suku Sahu lebih banyak terarah pada bidang pekerjaan, tetapi semangat untuk terus sekkolah tidak mudah hiling. Namun yang sangat disayangka adalah kondisi lingkungan yang tidak mendukung dengan kemauan anak remaja dan pemuda untuk sekolah. Sehingga anak yang tetap lanjut sekolah itu muncul dari kesadaran orang itu sendiri.
Suku Sahu senang dengan kegiatan hura-hura, seperti pesta perkawinan, pesta adat dll. Biasanya Pesta perkawinan hanya dapat dilakukan bagi mereka yang mempunyai banyak uang, tetapi jika tidak, maka perkawinannya dilakukan sesederhana mungkin (ibadah syukur biasa) kemudian diakhiri dengan makan-makan.
Keterangan; Tulisan ini dibuat hanya untuk memenuhi tugas matakaliah, Komunikasi Antar Pribadi, sehingga apabila ada kesalahan saya berharap ada kritik maupun saran untuk perbaikan terima kasih
Sumber:
> http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Ternate
> http://ternate.wordpress.com/